Jumat, 14 Februari 2014

WAHINGNYA SANG KELUD


 (Lamongan, 14/02/2014)
Pagi buta setelah subuh, saya dikagetkan suasana yang tidak biasa. Berawal ketika melihat sosok mobil yang parkir di depan rumah mertua, ternyata banyak debu di sekujur bodynya. Saya mengira itu adalah kotoran dari hasil perjalanan kemarin (hari kamis) dari Ponorogo ke Lamongan yang memang saat itu diguyur hujan selama dalam perjalanan. Tapi perkiraan saya sirna seketika itu, setelah mencoba mencolek body mobil yang ternyata banyak membawa debu dan debu ini mengingatkan saya seperti debu erupsi gunung merapi.
Sejurus kemudian saya berpikir, kira – kira telah terjadi letusan dari gunung mana ya ? Seorang tetangga bapak – bapak yang sedang jalan – jalan pagi saya sapa “Pak wonten nopo niki kok katah bledug ?”  Lho jenengan mboten mirsari TV to mas ? Mboten pak, lha kawit sore kulo sampun tilem. Niku lho Mas, Gunung Kelud mbledos.
Akhirnya saya dhong (mengerti), memang akhir - akhir ini ada berita tentang gejala erupsi di gunung Kelud yang terletak antara Kabupaten Kediri dengan Kabupaten Blitar. Tetapi saya tidak menyangka secepat ini letusan akan terjadi. Dari kejadian letusan gunung Kelud ini, maka kebiasaan di masyarakat umum sering menganalisis dari berbagai sudut pandang yang berbeda – beda, antara lain :
1.  Sudut pandang Ilmu Kebatinan atau Kejawen. 
-     Saya teringat ucapan salah seorang rekan Penilik di Jawa Timur yang juga seorang penganut aliran kebatinan. Dia mengatakan bahwa penampakan gejala Gunung Kelud yang akhir – akhir ini seakan ingin meletus, ada hubungannya dengan akan lahirnya “Satrio Paningit” dari Trah Soekarno yang akan memimpin Bangsa Indonesia.
-     Saat ini bakal jabang bayi tersebut (Satrio Paningit ini) telah dikandung oleh istri seorang kamituwo yang ada di daerah Tulungagung. Keistimewaan dari si bakal jabang bayi ini, dia dapat mempredikasi sesuatu yang akan terjadi melalui ucapan - ucapan ibunya. Disamping itu juga dapat menyembuhkan seseorang yang sedang sakit, dengan terlebih dahulu mengelus – elus perut ibu yang sedang mengandung tadi sambari mengucapkan sakit yang sedang diderita agar dapat sembuh.
-     Selanjutnya dia (rekan Penilik), juga mengatakan jika berita ini sebenarnya telah beredar di kalangan wartawan. Tetapi anehnya, ketika wartawan ingin meliput dimana rumah Sang Ibu ini, seolah kebingungan dan sulit mencari alamatnya.
-     Masih menurut rekan penilik ini, untuk menjaga bakal bayi dalam kandungan ini maka selalu dikawal 5 orang yaitu rekan penilik sendiri, ayah dan ibu bakal jabang bayi tersebut serta dua orang rekan lagi. Mereka berlima ini selalu patuh dan tunduk atas segala ucapan serta perintah sang bakal “Satrio Paningit” yang masih dalam kandungan ini. Misalkan hari ini (jam 9 malam) diperintah untuk bersemedi di gunung A melalui ucapan ibu kandungnya, maka seketika itu mereka berlima berangkat juga, termasuk ibu kandungnya yang sedang hamil tersebut. Begitu seterusnya dipastikan ada perintah – perintah berkala dan sifatnya mendadak, sampai menjelang lahirnya bayi tersebut atau meletusnya Gunung Kelud.
2.  Sudut pandang Ilmu Seismografi
Menurut para ahli, bahwa wilayah Indonesia ini memang dikelilingi jajaran gunung berapi yang masih aktif. Mulai dari Sumatera, Jawa sampai kepulauan Nusatenggara. Disebelah utara mulai dari Kepulauan Filipina, Sulawesi, Maluku sampai Papua. Disamping itu wilayah Indonesia juga merupakan pertemuan 2 lempengan benua, yaitu Asia dan Australia. Jadi wajar jika suatu saat Indonesia sering terjadi gempa disertai letusan gunung berapi. Terlebih untuk dekade saat ini memang sudah waktunya gunung – gunung di Indoensia untuk menunjukkan eksistensinya melalui bentuk bantuk – batuk kecil atau sekedar wahing (bersin).
3.  Sudut pandang Islam
-     Sudah menjadi Sunnatulloh jika di muka bumi ini ada 2 jenis kejadian alam yang selalu mengiringi perjalanan umat manusia dan bumi. Ada siang dan malam, ada sakit dan sehat, ada mati dan hidup begitu pula ada bencana dan kenyamanan (rasa ayem).
-     Setiap kejadian bencana, baik skala mikro (mati, kecelakaan, sakit, bangkrut, dll) maupun skala makro (banjir, gempa, tsunami, letusan gunung, angin puting beliung, dll) adalah dapat dipandang sebagai teguran, peringatan dan azab dari Allah SWT atas ulah, kelakuan dan tabiat manusia yang mengandung dosa serta mengabaikan ajaran – ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw melalui media berupa Al Qur’an maupun Hadist.
-     Solusi dalam menghadapi bencana baik yang akan terjadi, sedang terjadi maupun sudah terjadi adalah meningkatkan Taqwa kita kepada Allah SWT dengan cara menjauhi laranganNya dan menjalankan perintah – perintahNya sesuai dengan kemampuan kita. Misalnya selalu mengeluarkan zakat (baik zakat profesi, mal maupun fitrah), infag, sodaqoh dan sholat berjamaah, minimal dengan keluarga kita masing – masing.
-     Dalam suatu Hadist Kutsi dikatakan bahwa jika suatu daerah / kampung masih ada satu orang saja yang mau mengumandangkan azan (mendirikan sholat) di masjid / surau / langgar, maka bala’ ( bencana ) yang akan ditimpakan pada tempat itu akan dicabut / diurungkan oleh Allah SWT, karena kasih sayangnya Allah terhadap orang tersebut ( yang berazan ) sehingga berdampak pada orang lain di daerah itu walau tidak mengerjakan shalat. Artinya kita harus berterimakasih kepada mereka yang masih mau meluangkan waktu untuk azan dan mendirikan sholat berjamaah di masjid atau langgar. Termasuk saya pribadi juga dalam kesempatan ini mengucapkan terimakasih kepada muazin beserta jamaahnya.
Lebih lanjut, mari kita sikapi letusan Gunung Kelud ini dengan kewaspadaan tinggi dan pendekatan diri kita kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan keyakinan kita masing – masing. Kalaupun ada sudut pandang yang lain dari pembaca, maka saya persilahkan saja sebagai tambahan wawasan kita dan tidak perlu menjadi ajang perdebatan.
Sampai saat ini dampak dari letusan Gunung Kelud adalah bertaburnya debu vulkanik ke daerah – daerah lain, misalnya Ponorogo, Mojokerto, Sidoarjo, lamongan, Surabaya, Blora dan bahkan bandara Adisucipto Yogyakarta sampai lumpuh. Terakhir informasi yang saya dapat bahkan sampai ke daerah Jawa Barat.  Beberapa kalangan di masyarakat bahkan ada pemeo yang mengatakan, ini baru wahingnya (bersin) gunung Kelud, danio nek watuk (batuk), dalam arti benar – benar meletus berturut – turut.
Na’uzubillah min dalik, jangan sampai kejadian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar