Senin, 04 Maret 2013

GIM (Gembiraloka Informal Meeting) “Sebuah Otokritik”



(Jogyakarta 02/03)
Ketika keluarga besar “Koperasi SKB Sejahtera” UPT SKB Ponorogo berencana refreshing ke Jogya dan sekitarnya, menggelitik saya untuk merencanakan bertemu dengan penasehat IPABI Pusat yaitu Bpk. Fauzi Kromosudiro. Satu minggu sebelum keberangkatan, usul itu saya utarakan pada teman – teman dan gayungpun bersambut, seketika teman-teman menyetujui dan menyerahkan teknis pertemuan (tempat dan waktu) kepada saya sepenuhnya. Jadi istilahnya sambil berlayar, dua tiga pulau terlampaui. Apalagi saat itu kasus “Ponorogo Bergoyang” yang mendera kami masih terombang- ambing dan tarik ulur antara BKD dengan Dinas Pendidikan. Belum ada kejelasan yang pasti kapan dan siapa yang akan membuatkan DP3 kami.

Dua hari sebelum keberangkatan (kamis siang), saya mencoba kontak dengan P. Fauzi, dan hasilnya beliau merespon rencana pertemuan tersebut, karena kebetulan hari sabtu itu beliau tidak ada acara yang urgen. Disepakati kami akan bertemu setelah tiba di lokasi kebun binatang “Gembiraloka” yaitu sekitar jam 12 siang ke atas. Jumat sore menjelang persiapan berangkat, bagai disambar geledek kami mendapat kabar, bahwa Kepala UPT SKB Ponorogo dimutasi, dan diganti oleh mantan Sekretaris IPI Kabupaten Ponorogo. Alhamdulillah, kami bersyukur semoga ada secercah harapan agar SKB Ponorogo ke depan lebih baik, walaupun tidak serta merta persoalan DP3  kami telah selesai, karena pejabat baru tidak mungkin mengeluarkan DP3. Selanjutnya sabtu tanggal 02 – 03 - 2013 jam 01.30 dinihari, kamipun berangkat ke Jogja, itung – itung sebagai sukuran atas telah berakhirnya rezim otoriter di lembaga kami.

Singkat cerita, kamipun bertemu dengan P. Fauzi sekitar  pukul 12.45 di dalam areal Gembiraloka. Walau tanpa suguhan dan duduk santai di emperan samping musola, pembicaraan berlangsung gayeng menyangkut nasib teman – teman.  Silih berganti teman – teman PB Ponorogo bertanya dan mengeluarkan uneg – unegnya. Mulai dari soal DP3 yang tertunda dan solusi untuk mengatasinya, soal tunjangan fungsional, soal UNPK Paket C, soal jabatan eselon IV, soal wacana SKB ke pusat, soal Kepala SKB baru, soal program-program PAUDNI 2013 dan seterusnya.

Pembicaraan mengalir deras dengan sendirinya, tidak terasa 1,5 jam telah berlalu sampai - sampai saya sendiri agak sungkan, karena yang mengundang kok tidak ada suguhan apa – apa, sehingga spontan saja saya mengajak P. Fauzi untuk ngopi di salah satu sudut warung areal luar Gembiraloka. Jadi inilah yang saya sebut sebagai GIM (“Gembiraloka Informal Meeting”). Artinya walau pertemuan itu tidak formal, alakadarnya dan cenderung santai ngobrol ngalur ngidul serta dilakukan secara spontan, tetapi memiliki makna dan arti yang mendalam bagi kami Pamong Belajar UPT SKB Ponorogo yang direda suatu permasalahan.

Ketika anggota suatu organisasi membutuhkan suatu pencerahan dari persoalan yang dihadapinya, maka kehadiran, respon, motivasi, empati dan kontribusi “penggede” yang mau mendengar, mau mensuport dan mau memberi sharing / solusi, itulah yang sebenarnya diharapkan anggota, sehingga kebermaknaan dan kehadiran suatu organisasi benar – benar dapat dirasakan, dan tentunya akan semakin memperkuat sendi – sendi serta soliditas organisasi. Terimakasih yang mendalam kami ucapkan kepada P. Fauzi yang dengan ikhlas dan rela membagi waktunya untuk kami Pamong Belajar SKB Ponorogo.

Kunci dari kehadiran organisasi itu adalah komunikasi yang intens, bermakna dan tidak ada kasta antara “penggede” dengan anggota organisasi tersebut. Di era globalisasi dan informasi ini, komunikasi sudah bisa dibangun secara murah dan efisien. Ada sms, ada jejaringan sosial (facebook, twitter, dll), teleconference, chating dan seterusnya.

Sayangnya masih ada saja “penggede” suatu organisasi yang (maaf) pelit untuk sekedar berkomentar di FB misalnya, khususnya yang menyangkut suatu permasalahan yang dihadapi oleh anggotanya. Padahal komentar yang sederhana dan sepele tersebut sangatlah bermakna untuk membangkitkan motivasi dan membangun komunikasi yang intens, sehingga akan terjadi suasana akrab. Terkadang yang hadir untuk memberi coment dan infromasi, hanya itu – itu saja. Seolah - olah tugas coment hanya pada humas atau sekretaris saja. Inilah yang menyebabkan semakin melebar jurang komunikasi antara “penggede” dengan anggotanya.  

Kami yang di daerah dan kebetulan mengalami suatu permasalahan, sebenarnya menginginkan suatu kehadiran dan kebermafaatan menjadi anggota suatu organisasi.  Minimal ada jalan keluar melalui teknis – teknis tertentu yang disharingkan oleh “penggede”. Ternyata dari sekian “penggede” yang ada hanya satu - dua saja yang merespon. Jadi jangan harap suatu organisasi akan menjadi besar dan kuat, jika tidak ada kepedulian dari “penggedenya” baik pusat maupun provinsi kepada anggotanya yang dirundung masalah. Terkadang kami berfikir dan bertanya – tanya dalam hati, Apa gunanya mereka ditunjuk sebagai pengurus ? Mungkinkah mereka takut untuk bersikap kritis ? Mungkin saja mereka menjaga kondite sebagai pegawai pusat ? Mungkin saja mereka akan dipromosikan ? Yang jelas hanya Tuhan dan mereka saja yang tahu.

Inilah HALAMAN PERTAMA pasca kasus “Ponorogo Bergoyang” yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat dan menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Mohon maaf jika ada tulisan yang kurang berkenan, semua yang saya sampaikan bertujuan untuk turut memperkokoh organisasi satu -satunya yang menaungi dan dimiliki Pamong Belajar.
Salam Satu Hati.....!!!