(Batu, 25/02/2014)
Salah satu
fase sejarah bangsa Indonesia adalah pada masa Kerajaan Hindu dan Budha. Pada
masa itu terdapat tingkatan sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan dibagi
menjadi empat, yaitu Kasta Brahmana (Pedande / Pendeta), Kasta Kesatria
(Bangsawan / Panglima Perang), Kasta Vaisya (pegawai kerajaan / pedangang) dan
Kasta Sudra (buruh tani / nelayan / pekerja kasar). Seperti pada sketsa di
bawah ini :
Menginjak era dimulainya otonomi daerah tahun 2002, maka
berubahlah status Pamong Belajar yang semula merupakan Aparatur Sipil Negara/PNS
fungsional berstatus dari Pusat menjadi PNS Daerah. Sejak saat itulah struktur
status Pamong Belajar memiliki strata yang berbeda satu dengan lain. Ada Kasta Pamong
Belajar Pusat (BPPAUDNI/P2PAUDNI), lalu Kasta Pamong Belajar Provinsi (BPKB)
dan terakhir Kasta Pamong Belajar Daerah (SKB). Adapun strata atau kasta dari
Pamong Belajar tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Kasta PB Pusat
: - Lembaga bernama BP PAUDNI / P2PAUDNI
- Tusi lebih mengedepankan Pengembangan Model dan Pengkajian Program.
- Telah mendapatkan
renumerasi plus masih akan mendapatkan tunjangan fungsional PB.
- Mendampingi
program dan monitoring ke daerah – dearah (SKB)
- Lebih banyak
berperan sebagai NST suatu program dan sesekali sebagai tutor, disamping tugas
utama sebagai Pamong Belajar
2. Kasta PB
Provinsi : - Lembaga bernama BPKB
- Tusi ada KBM
dan juga ada Pengkajian Porgram ataupun Pengembangan Model.
- Masih akan mendapat
tunjangan fungsional plus telah mendapatkan tunjangan daerah / kinerja (
triwulanan atau skema lainnya )
- Berperan
sebagai tutor dan juga sebagai NST suatu program, disamping tugas utama sebagai
Pamong Belajar
3. Kasta PB
Daerah : - Lembaga
bernama SKB
- Tusi KBM dan sampai saat ini belum pernah mengerjakan Pengkajian Program maupun Pengembangan Model
- Kepanjangan tangan dari Dirjen PAUDNI atau BPPAUDNI di daerah – daerah.
- Melaksanakan kegiatan dari limpahan model – model yang dikembangkan BPPAUDNI atau P2PAUDNI
- Sebagai obyek uji coba model yang sudah mendapatkan restu
dari Dirjen.
- Sebagian besar masih proses panjang dalam realisasi
tunjangan fungsional dan sebagian kecil ada yang mendapatkan tunjangan daerah/kinerja
bagi Kab/Kota yang kaya (PADnya besar)
- Bisa berperang sebagai Tutor Kursus, Bunda PAUD, Tutor
KF, Tutor Kesetaraan tergantung program yang diampunya dan disamping peran
utamanya adalah Pamong Belajar, sehingga oleh Bpk. FAUZI disebut sebagai Genus
(bukan spesies)
Lebih lanjut,
sepengetahuan penulis, baru Pamong Belajarlah yang merupakan Aparatur Sipil
Negara (PNS) fungsional yang berkasta. Aparatur Sipil Negara (PNS) fungsional
lainnya seperti dokter, perawat, guru, penyuluh pertanian, dosen dan seterusnya
memiliki derajat yang sama, artinya mereka tidak dikonsep sebagai Aparatus
Sipil Negara yang berkasta (Pusat, Provinsi maupun Daerah). Oleh karena itulah
Pamong Belajar dapat dikatakan sebagai “Genus Yang Berkasta”
Efek negatif dari
“Genus Yang Berkasta” ini, dapat kita ikuti pemberitaannya di jejaringan sosial
IPABI. Lihatlah betapa Perpres No. 72 tahun 2013 tentang tunjangan fungsional
Pamong Belajar dan Penilik tidak merata penerapannya dan terkesan oleh Pemkab /
Pemkot lambat untuk ditangani atau masa bodoh.
Padahal ini
sebuah Perpres dan menurut hirarki administrasi / birokrasi, bahwa sebuah
dokumen Perpres sebenarnya dengan otomatis akan turun secara bertahap sampai ke
tingkat paling bawah yaitu Kabupaten/Kota. Jadi sebenarnya tidak ada alasan, jika
Kabupaten / Kota itu tidak mengetahuinya dan biasanya sudah inklud dalam DAU
masing – masing Kabupaten / Kota. Seperti halnya pada Perpres No. 108 Tahun
2007 tentang Tunjangan Tenaga Kependidikan, yang nantinya sebenarnya dihapus
dan diganti dengan Tunjangan Fungsional Pamong Belajar.
Efek negatif selanjutnya
adalah adanya rasa kecemburuan di kalangan Kasta Pamong Belajar Daerah dan
Provinsi, dikarenakan adanya penerimaan renumerasi bagi Kasta Pamong Belajar
Pusat (BPPAUDNI / P2PAUDNI) yang dikemas tanpa gembar gembor, sehingga benar –
benar memberikan efek surprise bagi penerimanya. “Sama – sama Pamong
Belajarnya, sama – sama Tupoksinya, sama – sama Aparatur Sipil Negaranya,
tetapi beda rejekinya,” demikian kata Bpk. FAUZI.
Bandingkan
jika Pamong Belajar tidak memiliki kasta, dalam arti tidak ada perbedaan dalam status
kepegawaiannya. Efek positinya adalah :
a. Kita akan lebih
cepat berkoordinasi.
b. Proses
tunjangan fungsional akan tepat waktu.
c. Waktu dan
tenaga kita tidak terkuras dengan birokrasi daerah.
d. Kita akan lebih
cepat mengaplikasikan program / model untuk diterapkan sampai kepelosok daerah.
e. Kita akan sama
– sama mendapat renumerasi.
f. Kita akan
mudah dalam merekrut Pamong Belajar baru.
g. Mengefektifkan
pemberian advokasi bagi Pamong Belajar yang bermasalah dengan hukum.
h. Dan profesi
Pamong Belajar akan disegani dan berkibar selama negeri ini ada.
Ya inilah Indonesia,
sebuah negeri yang ternyata belum benar - benar lepas dari bayang – bayang sejarah
masa lalu. Kita tunggu saja bulan Maret atau April 2014, apakah ada surprise
atau bahkan kecewa tak menentu ?