Ketika keluarga besar “Koperasi SKB Sejahtera”
UPT SKB Ponorogo berencana refreshing ke Jogya dan sekitarnya, menggelitik saya
untuk merencanakan bertemu dengan penasehat IPABI Pusat yaitu Bpk. Fauzi
Kromosudiro. Satu minggu sebelum keberangkatan, usul itu saya utarakan pada
teman – teman dan gayungpun bersambut, seketika teman-teman menyetujui dan
menyerahkan teknis pertemuan (tempat dan waktu) kepada saya sepenuhnya. Jadi istilahnya
sambil berlayar, dua tiga pulau terlampaui. Apalagi saat itu kasus “Ponorogo
Bergoyang” yang mendera kami masih terombang- ambing dan tarik ulur antara BKD
dengan Dinas Pendidikan. Belum ada kejelasan yang pasti kapan dan siapa yang
akan membuatkan DP3 kami.
Dua hari sebelum keberangkatan (kamis siang), saya
mencoba kontak dengan P. Fauzi, dan hasilnya beliau merespon rencana pertemuan
tersebut, karena kebetulan hari sabtu itu beliau tidak ada acara yang urgen.
Disepakati kami akan bertemu setelah tiba di lokasi kebun binatang
“Gembiraloka” yaitu sekitar jam 12 siang ke atas. Jumat sore menjelang
persiapan berangkat, bagai disambar geledek kami mendapat kabar, bahwa Kepala UPT
SKB Ponorogo dimutasi, dan diganti oleh mantan Sekretaris IPI Kabupaten
Ponorogo.
Alhamdulillah, kami bersyukur semoga ada secercah harapan agar SKB Ponorogo ke
depan lebih baik, walaupun tidak serta merta persoalan DP3 kami telah selesai, karena pejabat baru tidak
mungkin mengeluarkan DP3. Selanjutnya sabtu tanggal 02 – 03 - 2013 jam 01.30
dinihari, kamipun berangkat ke Jogja, itung – itung sebagai sukuran atas telah
berakhirnya rezim otoriter di lembaga kami.
Singkat cerita, kamipun bertemu dengan P. Fauzi sekitar pukul 12.45 di dalam areal Gembiraloka. Walau
tanpa suguhan dan duduk santai di emperan samping musola, pembicaraan
berlangsung gayeng menyangkut nasib teman – teman. Silih berganti teman – teman PB Ponorogo
bertanya dan mengeluarkan uneg – unegnya. Mulai dari soal DP3 yang tertunda dan
solusi untuk mengatasinya, soal tunjangan fungsional, soal UNPK Paket C, soal
jabatan eselon IV, soal wacana SKB ke pusat, soal Kepala SKB baru, soal
program-program PAUDNI 2013 dan seterusnya.
Pembicaraan mengalir deras dengan sendirinya, tidak
terasa 1,5 jam telah berlalu sampai - sampai saya sendiri agak sungkan, karena
yang mengundang kok tidak ada suguhan apa – apa, sehingga spontan saja saya
mengajak P. Fauzi untuk ngopi di salah satu sudut warung areal luar
Gembiraloka. Jadi inilah yang saya sebut sebagai GIM (“Gembiraloka Informal
Meeting”). Artinya walau pertemuan itu tidak formal, alakadarnya dan cenderung
santai ngobrol ngalur ngidul serta dilakukan secara spontan, tetapi memiliki
makna dan arti yang mendalam bagi kami Pamong Belajar UPT SKB Ponorogo yang
direda suatu permasalahan.
Ketika anggota suatu organisasi membutuhkan suatu
pencerahan dari persoalan yang dihadapinya, maka kehadiran, respon, motivasi,
empati dan kontribusi “penggede” yang mau mendengar, mau mensuport dan mau
memberi sharing / solusi, itulah yang sebenarnya diharapkan anggota, sehingga
kebermaknaan dan kehadiran suatu organisasi benar – benar dapat dirasakan, dan
tentunya akan semakin memperkuat sendi – sendi serta soliditas organisasi.
Terimakasih yang mendalam kami ucapkan kepada P. Fauzi yang dengan ikhlas dan rela
membagi waktunya untuk kami Pamong Belajar SKB Ponorogo.
Kunci dari kehadiran organisasi itu adalah komunikasi
yang intens, bermakna dan tidak ada kasta antara “penggede” dengan anggota
organisasi tersebut. Di era globalisasi dan informasi ini, komunikasi sudah
bisa dibangun secara murah dan efisien. Ada sms, ada jejaringan sosial
(facebook, twitter, dll), teleconference, chating dan seterusnya.
Sayangnya masih ada saja “penggede” suatu
organisasi yang (maaf) pelit untuk sekedar berkomentar di FB misalnya, khususnya
yang menyangkut suatu permasalahan yang dihadapi oleh anggotanya. Padahal komentar
yang sederhana dan sepele tersebut sangatlah bermakna untuk membangkitkan
motivasi dan membangun komunikasi yang intens, sehingga akan terjadi suasana
akrab. Terkadang yang hadir untuk memberi coment dan infromasi, hanya itu – itu
saja. Seolah - olah tugas coment hanya pada humas atau sekretaris saja. Inilah
yang menyebabkan semakin melebar jurang komunikasi antara “penggede” dengan
anggotanya.
Kami yang di daerah dan kebetulan mengalami suatu permasalahan,
sebenarnya menginginkan suatu kehadiran dan kebermafaatan menjadi anggota suatu
organisasi. Minimal ada jalan keluar
melalui teknis – teknis tertentu yang disharingkan oleh “penggede”. Ternyata
dari sekian “penggede” yang ada hanya satu - dua saja yang merespon. Jadi
jangan harap suatu organisasi akan menjadi besar dan kuat, jika tidak ada
kepedulian dari “penggedenya” baik pusat maupun provinsi kepada anggotanya yang
dirundung masalah. Terkadang kami berfikir dan bertanya – tanya dalam hati, Apa
gunanya mereka ditunjuk sebagai pengurus ? Mungkinkah mereka takut untuk
bersikap kritis ? Mungkin saja mereka menjaga kondite sebagai pegawai pusat ? Mungkin
saja mereka akan dipromosikan ? Yang jelas hanya Tuhan dan mereka saja yang
tahu.
Inilah HALAMAN PERTAMA pasca kasus “Ponorogo
Bergoyang” yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat dan menjadi pelajaran
berharga bagi kita semua. Mohon maaf jika ada tulisan yang kurang berkenan, semua
yang saya sampaikan bertujuan untuk turut memperkokoh organisasi satu -satunya
yang menaungi dan dimiliki Pamong Belajar.
Salam Satu Hati.....!!!